Sirna Ilang Kertaning Bhumi menjadi pernyataan yang iconic dan dipercaya sebagai
tahun berakhirnya Kerajaan Mahapahit yang dikenal sebagai kerajaan yang
berhasil menyatukan kepulauan nusantara. Pernyataan di dalam Babad Tanah Jawi yang
melambangkan tahun 1400 saka tersebut juga diartikan sebagai “hancur lebur
ditelan bumi”.Sebenarnya apakah yang terjadi?
Dalam periode 1468 sampai 1478
Kerajaan Majapahit mempunyai dua raja yang saling berperang. Di istana
Wilwatikta di Trowulan Bre Kertabhumi mengangkat dirinya sebagai Raja Majapahit
setelah berhasil menggulingkan pamannya, Singhawikramawardhana dari dari tahta
dan melarikan diri ke Kediri. Singhawikramawardhana yang berhasil lolos dari
penyerangan, mendirikan istana di Daha Kediri dan tetap menyatakan sebagai Raja
Majapahit.
Adanya raja kembar di Majapahit ini
diawali oleh situasi rumit dalam proses suksesi. Raja Majapahit ke-8
Rajasawardhana yang wafat di tahun 1453, meninggalkan putra mahkota yang masih
kecil yaitu Bre Kertabhumi. Setelah tiga tahun tidak memutuskan raja definitif pengganti
Rajasawardhana, Dewan Kerajaan Majapahit akhirnya menunjuk Girisawardhana (adik
Rajasawardhana) menjadi Raja Majapahit dengan gelar Brawijaya III.
Girisawardhana memerintah Majapahit selama 10 tahun dan wafat pada tahun 1466.
Sebagai penerusnya, Dewan Kerajaan Majapahit menunjuk Singhawikramawardhana
(adik Girisawardhana) menjadi Raja dengan gelar Brawijaya IV. Keputusan ini
tidak diterima oleh Bre Kertabhumi yang menganggap seharusnya dia yang menjadi
Raja Majapahit, karena statusnya sebagai putra mahkota Rajasawardhana yang
wafat ketika dia masih kecil. Bre Kertabhumi memberontak dan berhasil
mengalahkan Singhawikramawardhana, dan dia menyatakan diri sebagai Raja
Majapahit dengan gelar Brawijaya V pada tahun 1468.
Perang antara Majapahit Barat yang
berpusat di Daha Kediri dengan Majapahit Timur berkedudukan di Trowulan terus
berlangsung sampai 10 tahun. Singhawikramawardhana tewas pada tahun 1474 dan
digantikan oleh putranya, Girindrawardhana,
sebagai raja Majapahit Barat. Perang terus berlanjut sampai akhirnya Girindrawardhana
mengalahkan Majapahit Timur dan Bre Kertabhumi tewas. Peperangan yang berakhir
dengan tewasnya Bre Kertabhumi ini diingat dengan candra sengkala Sirna Ilang
Kertaning Bhumi, yang berarti tahun 1400 saka atau 1478 masehi. Babad Tanah
Jawi mencatat tahun Sirna Ilang Kertaning
Bhumi sebagai tahun keruntuhan Majapahit, yang hilang amblas ditelan bumi.
Benarkah Majapahit sudah tidak ada
di tahun 1400 saka atau tahun 1478 masehi? Jawabannya jelas... “tidak”.
Tewasnya Bre Kertabhumi membuat
Majapahit kembali bersatu di bawah kekuasaan Girindrawardhana atau Brawijaya
VI. Meskipun begitu, Girisawardhana tetap memusatkan kekuasaannya di istana
Daha di Kediri, tidak mau membangu istana Trowulan yang dihancurkannya dalam
peperangan. Hanya saja, kembali bersatunya Majapahit di bawah Raja
Girisawardhana tidak mengakhir perang saudara di Majapahit. Putra Bre
Kertabhumi dari selir seorang Putri Campa yang menjadi Bupati Demak,
mendeklarasikan berdirinya Kesultanan Demak dan dilantik sebagai Sultan Fatah.
Sultan Fatah segera menyatakan perang kepada Majapahit.
Perang saudara memasuki babak baru
antara Brawijaya VI yang beristana di Daha Kediri dengan putra Brawijaya V yang
menjadi Sultan di Demak –kerajaan muslim pertama di Pulau Jawa. Di satu sisi
Majapahit tinggal menjadi kerajaan di pedalaman Pulau Jawa yang berpusat di
Kediri dan di sisi lain Demak telah berkembang menjadi pusat perkembangan
komunitas muslim yang mengontrol perairan laut Jawa, dan mendapatkan dukungan dari
kekuatan-kekuatan muslim yang tumbuh pesat di pesisir kepulauan nusantara,
bahkan bisa mendapatkan dukungan dari Kesultanan Otoman di Turki.
Perang antara Majapahit dengan
Demak berlangsung 20 tahun, sampai Girindrawardhana sang Brawijaya VI tewas
pada tahun 1498. Perang sudara berakhir dengan kemenangan Raden Patah yang
menjadi Sultan Demak. Raden Patah mengampuni putra Girisawardhana, Patih Udara,
dan mengangkatnya menjadi Bupati di bekas pusat pemerintahan Majapahit di Daha
Kediri. Mahapahit tidak bisa bangkit lagi karena Sultan Fatah yang berkuasa di
Demak juga punya legitimasi sebagai penerus Majapahit karena statusnya sebagai
putra Bre Kertabhumi, sang Brawijaya V.
Patih Udara melakukan pemberontakan
setelah Raden Patah wafat, tapi Dipati Unus yang menggantikan Raden Pateh
berhasil memadamkannya. Patih Udara tewas dalam pemberontakan ini pada tahun
1518. Putra Girindrawardhana yang menjadi penguasa di Daha sebagai bupati ini
tercatat sebagai pemimpin Majapahit terakhir. Bisa dikatakan Majapahit masih
eksis sampai 40 tahun setelah tahun Sirna
Ilang Kertaning Bhumi.
Penulis: gus Bowie