Tepat di hari bahagia menyambut pernikahan putri Raja
Dharmawangsa dengan Airlangga Putra Raja Udhayana, istana Kerajaan Medang
mendapatkan serangan dari utara. Serangan tiba-tiba oleh pasukan Kerajaan
Warawuri yang didukung Kerajaan Sriwijaya ini membuat istana Kerajaan Medang
hancur. Serang yang terjadi satu tahun setelah serangan Kerajaan Medang ke
Kerajaan Sriwijaya ini menewaskan Raja Dharmawangsa. Airlanggaberhasil menyelamatkan
diri dan melarikan diri ke hutan bersama pengawalnya.
Setelah tiga tahun melanglang buana di hutan dan gunung di
Jawa Timur, Airlangga didatangi utusan rakyat dan pengikut setia Kerajaan
Medang yang memintanya untuk menyatukan kembali kerajaan Medang. Airlangga yang
merupakan pewaris tahka Kerajaan Bali akhirnya menerima permohonan rakyat
Medang ini dan merelakan posisinya sebagai putra mahkota Raja Udayana. Hal ini
karena Airlangga juga adalah penerus Kerajaan Medang karena ibunya adalah adik
Raja Dharmawangsa, yaitu Mahendrata. Airlangga pun membangun pusat kekuasaannya
di Lereng Gunung Penanggungan
Airlangga mulai menyatukan kembali kerajaan-kerajaan kecil
di Jawa Timur, terutama yang sebelumnya menjadi negara bagian Kerajaan Medang. Upaya
ini banyak yang dilakukan melalui peperangan. Satu persatu kerajaan kecil di Jawa
Timur berhasil ditaklukkan. Meskipun istananya di Lereng Penanggungan sempat dihancurkan
musuh, Airlangga mendirikan kembali istananya di Sidoarjo dengan nama Kahuripan.
Pasukan Airlangga akhirnya berhasil mengalahkan Kerajaan Warawuri untuk
membalaskan penghancuran Istana Medang pada 928 tahun Saka atau 1006 masehi.
Kemenangan Airlangga atas Kerajaan Warawuri ini tidak lepas dari absennya
dukungan dari Kerajaan Sriwijaya yang melemah karena serangan dari Kerajaan
Cola yang berpusat di India.
Kisah tentang sepak terjang Pendiri Kerajaan Kahuripan ini
ditulis dalam Kakawin Arjuna Wiwaha yang digubah oleh mPu Kanwa. Kisah
kepahlawanan Airlangga digambarkan seperti Arjuna dalam menghadapi Barata Yudha
melawan Kurawa. Kisah putra Raja Bali yang memilih membangun kembali Kerajaan
Medang di Jawa ini juga diabadikan di dalam Prasasti Pucangan yang ditemukan di
Lereng Gunung Penanggungan di Kabupaten Mojokerto. Selain berisi kisah
kepahlawanan Airlangga yang ditulis dalam Bahasa Sansekerta di satu sisi, sedang
pada bagian yang berbahasa Jawa Kuna disebutkan pada tanggal 10 paro terang
bulan kartika 963 saka (6 November 1041), Airlangga memerintahkan agar
daerah-daerah Pucangan, Brahem, dan Bapuri dijadikan Sima untuk kepentingan
sebuah pertapaan yang telah didirikannya.
Di puncak kekuasaannya, Raja Airlangga membagi Kerajaan
Kahuripan menjadi dua untuk dibagikan kepada dua putra, yaitu Kerajaan Jenggala
dan Kerajaan Kediri. Airlangga kemudian berhenti menjadi raja, melakukan
suksesi dengan damai, lengser keprabon untuk menjadi pertapa di Gunung
Penanggungan.
Di mana Prasasti Pucangan kini? Salah satu bukti otentik
tentang sejarah kerajaan-kerajaan di Jawa Timur abad 11 tersebut kini tidak ada
di Indonesia dan terdampar di gudang Museum India di Kalkuta. Alkisah Prasasti
Pucangan ditemukan oleh Stamfor Raflles ketika menjadi Gubernur Jenderal
Kolonial Inggris di Asia Tenggara di awal abad 19. Raffles membawa Prasasti Pucangan
bersama ke Jakarta dan kemudian dijadikan persembahan kepada atasannya Lord
Minto yang menjadi Gubernur Jenderal Kerajaan Inggris di India sewaktu datang
ke Pulau Jawa pada tahun 1811.
Lord Minto membawa Prasasti Pucangan ke India bersama dengan
Prasasti Sangguran yang ditemukan oleh Rafles di Malang Jawa Timur. Setelah
tugasnya di India berakhir, Lord Minto membawa Prasasti Sanggguran ke kampung
halamannya di Skotlandia, sedangkan Prasasti Pucangan diberikannya kepada
Museum India yang ada di Kalkuta. Dua prasasti milik bangsa Indonesia tersebut
kini juga dikenal dengan nama lain, yaitu “Calcuta Stone” untuk Prasasti
Pucangan dan “Minto Stone” untuk Prasasti Pucangan.
Prasasti Pucangan jelas merupakan benda bersejarah yang
sangat penting bagi Indonesia dan tidak begitu penting bagi India –karenanya
hanya disimpan di gudang, bukan dipajang untuk disaksikan oleh pengunjung
Museum. Meskipun begitu, upaya mengembalikan prasasti tersebut ke Indonesia tidak
mudah. Hasyim Joyohadikusumo, seorang pengusaha nasional pernah berusaha
mengembalikan prasasti tersebut ke Indonesia tapi belum berhasil.
Piagam berbentuk batu andesit ini cukup besar yang
membutuhkan biaya cukup besar untuk menebus dan mengangkutnya.kembali ke
Indonesia. Upaya pribadi dari pengusaha nasional untuk mengembalikan bukti
sejarah nasional tersebut sangat layak diapresiasi. Meskipun begitu, upaya
membawa Prasasti Pucangan ke Indonesia akan lebih kuat apabila dilakukan oleh
Pemerintah RI karena selain aspek biaya dan teknik pengangkutan, ada hal tidak
kalah penting yaitu diplomasi antara dua negara yang mempunyai ikatan sejarah
yang kuat. Upaya ini bisa sekaligus untuk memperkuat kerjasama Indonesia-India
melalui diplomasi sejarah.
Upaya membawa Prasasti Pucangan ke Indonesia akan menjadi
sulit apabila Malaysia berhasil menebusnya lebih dahulu. Negeri tetangga ini
juga merupakan bagian dari sejarah kerajaan-kerajaan di nusantara dan mempunyai
klaim untuk menjadi pusat nusantara atau Asia Tenggara. Bahkan kini pun sudah
mempunyai klaim sebagai “True the Asia”.
Penulis: gus Bowie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar