Senin, 27 Juni 2016

Misteri Sirna Ilang Kertaning Bhumi

Sirna Ilang Kertaning Bhumi menjadi pernyataan yang iconic dan dipercaya sebagai tahun berakhirnya Kerajaan Mahapahit yang dikenal sebagai kerajaan yang berhasil menyatukan kepulauan nusantara. Pernyataan di dalam Babad Tanah Jawi yang melambangkan tahun 1400 saka tersebut juga diartikan sebagai “hancur lebur ditelan bumi”.Sebenarnya apakah yang terjadi?

Dalam periode 1468 sampai 1478 Kerajaan Majapahit mempunyai dua raja yang saling berperang. Di istana Wilwatikta di Trowulan Bre Kertabhumi mengangkat dirinya sebagai Raja Majapahit setelah berhasil menggulingkan pamannya, Singhawikramawardhana dari dari tahta dan melarikan diri ke Kediri. Singhawikramawardhana yang berhasil lolos dari penyerangan, mendirikan istana di Daha Kediri dan tetap menyatakan sebagai Raja Majapahit.

Adanya raja kembar di Majapahit ini diawali oleh situasi rumit dalam proses suksesi. Raja Majapahit ke-8 Rajasawardhana yang wafat di tahun 1453, meninggalkan putra mahkota yang masih kecil yaitu Bre Kertabhumi. Setelah tiga tahun tidak memutuskan raja definitif pengganti Rajasawardhana, Dewan Kerajaan Majapahit akhirnya menunjuk Girisawardhana (adik Rajasawardhana) menjadi Raja Majapahit dengan gelar Brawijaya III. Girisawardhana memerintah Majapahit selama 10 tahun dan wafat pada tahun 1466. Sebagai penerusnya, Dewan Kerajaan Majapahit menunjuk Singhawikramawardhana (adik Girisawardhana) menjadi Raja dengan gelar Brawijaya IV. Keputusan ini tidak diterima oleh Bre Kertabhumi yang menganggap seharusnya dia yang menjadi Raja Majapahit, karena statusnya sebagai putra mahkota Rajasawardhana yang wafat ketika dia masih kecil. Bre Kertabhumi memberontak dan berhasil mengalahkan Singhawikramawardhana, dan dia menyatakan diri sebagai Raja Majapahit dengan gelar Brawijaya V pada tahun 1468.

Perang antara Majapahit Barat yang berpusat di Daha Kediri dengan Majapahit Timur berkedudukan di Trowulan terus berlangsung sampai 10 tahun. Singhawikramawardhana tewas pada tahun 1474 dan digantikan oleh putranya, Girindrawardhana,  sebagai raja Majapahit Barat. Perang terus berlanjut sampai akhirnya Girindrawardhana mengalahkan Majapahit Timur dan Bre Kertabhumi tewas. Peperangan yang berakhir dengan tewasnya Bre Kertabhumi ini diingat dengan candra sengkala Sirna Ilang Kertaning Bhumi, yang berarti tahun 1400 saka atau 1478 masehi. Babad Tanah Jawi mencatat tahun Sirna Ilang Kertaning Bhumi sebagai tahun keruntuhan Majapahit, yang hilang amblas ditelan bumi.

Benarkah Majapahit sudah tidak ada di tahun 1400 saka atau tahun 1478 masehi? Jawabannya jelas... “tidak”.

Tewasnya Bre Kertabhumi membuat Majapahit kembali bersatu di bawah kekuasaan Girindrawardhana atau Brawijaya VI. Meskipun begitu, Girisawardhana tetap memusatkan kekuasaannya di istana Daha di Kediri, tidak mau membangu istana Trowulan yang dihancurkannya dalam peperangan. Hanya saja, kembali bersatunya Majapahit di bawah Raja Girisawardhana tidak mengakhir perang saudara di Majapahit. Putra Bre Kertabhumi dari selir seorang Putri Campa yang menjadi Bupati Demak, mendeklarasikan berdirinya Kesultanan Demak dan dilantik sebagai Sultan Fatah. Sultan Fatah segera menyatakan perang kepada Majapahit.

Perang saudara memasuki babak baru antara Brawijaya VI yang beristana di Daha Kediri dengan putra Brawijaya V yang menjadi Sultan di Demak –kerajaan muslim pertama di Pulau Jawa. Di satu sisi Majapahit tinggal menjadi kerajaan di pedalaman Pulau Jawa yang berpusat di Kediri dan di sisi lain Demak telah berkembang menjadi pusat perkembangan komunitas muslim yang mengontrol perairan laut Jawa, dan mendapatkan dukungan dari kekuatan-kekuatan muslim yang tumbuh pesat di pesisir kepulauan nusantara, bahkan bisa mendapatkan dukungan dari Kesultanan Otoman di Turki.

Perang antara Majapahit dengan Demak berlangsung 20 tahun, sampai Girindrawardhana sang Brawijaya VI tewas pada tahun 1498. Perang sudara berakhir dengan kemenangan Raden Patah yang menjadi Sultan Demak. Raden Patah mengampuni putra Girisawardhana, Patih Udara, dan mengangkatnya menjadi Bupati di bekas pusat pemerintahan Majapahit di Daha Kediri. Mahapahit tidak bisa bangkit lagi karena Sultan Fatah yang berkuasa di Demak juga punya legitimasi sebagai penerus Majapahit karena statusnya sebagai putra Bre Kertabhumi, sang Brawijaya V.

Patih Udara melakukan pemberontakan setelah Raden Patah wafat, tapi Dipati Unus yang menggantikan Raden Pateh berhasil memadamkannya. Patih Udara tewas dalam pemberontakan ini pada tahun 1518. Putra Girindrawardhana yang menjadi penguasa di Daha sebagai bupati ini tercatat sebagai pemimpin Majapahit terakhir. Bisa dikatakan Majapahit masih eksis sampai 40 tahun setelah tahun Sirna Ilang Kertaning Bhumi.  

Penulis: gus Bowie


Tidak ada komentar:

Posting Komentar