Sudah banyak yang tahu bahwa Aria
Wiraraja sangat berjasa dalam pendirian Kerajaan Majapahit. Alkisah, setelah
runtuhnya Kerajaan Singasari oleh serangan Jayakatwang Bupati Gelang-Gelang
yang berkedudukan di wilayah Madiun kini, Aria Wiraraja memberikan perlindungan
kepada seorang pangeran Kerajaan Singasari, Sangramawijaya, agar mendapatkan
kepercayaan dari Jayakatwang. Sangramawijaya dipercaya untuk membuka lahan di
Hutan Tarik sebagai lahan perburuan, cocok dengan hobi Jayakatwang.
Bukan hanya bantuan lobi ke
Jayakatwang, Aria Wiraraja juga menggalang pasukan di bawah komando tiga
putranya, yaitu Ranggalawe, Lembu Sora dan Nambi. Para putra Aria Wiraraja ini
kemudian berperan besar peperangan tiga pihak, yaitu antara Jayakatwang yang
membangkitkan kembali Kerajaan Kediri, laskar sisa-sia Kerajaan Singasari dan
Pasukan Mongol yang datang untuk menuntut balas atas perlakukan kasar raja
Singasari, Kertanegara pada tahun 1289. Dalam peperangan tiga pihak ini,
Sangramawijaya yang dibantu tiga putra Aria Wiraraja berhasil mendapatkan
kerjasama pasukan Monggol untuk menghancurkan Jayakatwang. Sangramawijaya
kemudian berhasil mengusir Pasukan Mongol dengan tipu daya dan gerilya. Pada tahun
1293, Sangramawijaya yang kemudian dikenal sebagai Raden Wijaya berhasil mendirikan
Kerajaan Majapahit.
Dari sekilas kisah pendirian
Kerajaan Majapahit tersebut, sangat tampak jasa Keluarga Aria Wiraraja. Dalam
politik ada adegium “tidak ada makan siang gratis”. Lantas apa yang membuat
Aria Wiraraja mau melakukan hal tersebut dan apa yang kemudian didapatkannya?
Fakta sejarah menunjukkan bahwa Aria Wiraraja mendapatkan banyak hal, yang bisa
dilihat dari jabatan yang diperoleh putra-putranya. Ranggalawe menjadi Adipati
Tuban sekaligus sebagai Pesangguhan di Majapahit, Lembu Sora menjadi Patih
Kediri dan Pesangguhan di Majapahit dan Nambi menjadi Mahapatih Majapahit
–kedudukan tertinggi setelah raja. Apa yang didapat Aria Wiraraja sendiri?
Keberhasilannya membantu Raden Wijaya membangun kembali kerajaan penerus Wangsa
Rajasa membuatnya mendapatkan hak setengah dari wilayah dari wilayah bekas
Kerajaan Singasari di sisi Timur Pulau Jawa, yaitu mulai dari Lumajang sampai
ujung timur di Blambangan. Aria Wiraraja menjadi penguasa otonom Kerajaan Timur
Majapahit, sekaligus menjadi Pesangguhan di Majaphit dengan gelar Pranaraja.
Siapa Aria Wiraraja?
Setengah wilayah Majapahit dan
putra-putra menempati posisi strategis di Kerajaan Majapahit jelas sebuah
pencapaian politik sangat besar bagi Keluarga Aria Wiraraja. Apalagi mengingat
tidak lama sebelumnya dia dimutasi oleh Aria Wiraraja dari istana Singasari ke
wilayah jauh di ujung timur Pulau Madura, Songenep yang menjadi Kabupaten
Sumenep kini.
Sebelum menjadi Adipati di
Sumenep, Aria Wiraraja adalah pejabat kepercayaan Wisnuwardhana, Raja Singasari ke 4, yang bernama Banyak
Wide. Karena kemampuannya, Banyak Wide dipercaya Wisnuwardhana sebagai Juru
Ramal dan Penasihat Raja yang berkedudukan di stana Singasari di Kediri.
Setelah Wisnuwardhana wafat dan digantikan oleh Kertanegara, peruntungan Banyak
Wide berubah. Pandangan politik Kertanegara yang berorientasi maritim dan
memandang nusantara sebagai kesatuan kurang cocok dengan pandangan Banyak Wide.
Bersama pejabat senior Wisnuwardhana, Banyak Wide dimutasi dari istana
Singasari menjadi Adipati di Songenep –wilayah yang sangat terpencil di ujung
timur Pulau Madura.
Parlakuan Kertanegara terhadap
Aria Wiraraja dan pejabat senior Singasari lainnya, rupanya memunculkan barisan
sakit hati. Menurut Kitab Pararaton, Aria Wiraraja berperan besar terhadap
runtuhnya Kerajaan Singasari. Pada saat Kerajaan Singasari ditinggalkan
kekuatan besar melakukan ekspedisi Pamalayu untuk membangun koalisi dengan
Kerajaan Melayu di Jambi, Aria Wiraraja menjain hubungan dengan bupati
Gelang-Gelang, Jayakatwang, untuk menuntut balas atas penghancuran nenek
moyangnya Kertajaya oleh Ken Arok –yang kemudian mendirikan Kerajaan Singasari
dengan gelas Rajasa sang Amurwabhuni. Analisa Aria Wiraraja sangat tepat, dan
Kerajaan Singasari tidak berdaya menghadapi serangan Jayakatwang dan
Kertanegara pun tewas dalam serangan tersebut.
Masa Kejayaan Keluarga Aria Wiraraja
Pada saat mencapai puncak
kekuasaan, ujian langsung dihadapi oleh Keluarga Aria Wiraraja. Ujian pertama
dari putranya Ranggalawe yang ditunjuk oleh Raden Wijaya sebagai Adipati Tuban
sekaligus sebagai Pesangguhan di Istana Majapahit. Ranggalawe dinilai oleh
banyak pihak menjadi panglima perang paling berjasa dalam perang melawan
Jayakatwang dan pengusiran Pasukan Mongol. Penunjukkan kakaknya Lembu Nambi
sebagai Mahapatih Majapahit membuat Ranggalawe dan pengikutnya kecewa dan
membuatnya sering melakukan pembangkangan. Majapahit akhirnya mengirim pasukan
untuk menumpas Ranggalawe yang dipimpin oleh salah satu pimpinan Ekspansi
Pamalayu, Kebo Anabrang. Pasukan Kebo Anabrang berhasil mengalahkan mengalahkan
pasukan Ranggalawe dan menyisakan persoalan bagi kakaknya Lembu Sora. Kebo
Anabrang berhasil mengalahkan Ranggalawe dalam pertempuran di Sungai
Tambakberas, tapi Kebo Anabrang ditikam dari belakang oleh Lembu Sora yang
tidak tega melihat adiknya dibunuh oleh Lembu Sora.
Ujian kedua dialami oleh Lembu
Sora. Setelah enam tahun didiamkan, pembunuhan Kebo Anabrang oleh Lembu Sora
dari belakang mulai diungkit setelah anak Kebo Anabrang mulai dewasa. Kebo
Taruna mulai menunut keadilan kepada Raden Wijaya terhadap kejahatan yang
dilakukan oleh Lembu Sora yang menjadi Patih Kediri dan sekaligus Pesangguhan
di Istana Majapahit. Tuntutan Kebo Taruna ini mendapatkan dukungan dari pejabat
lain di Majapahit, dan akhirnya Raden Wijaya memanggi Lembu Sora untuk
menghadap di Istana Majapahit. Lembu Sora akhirnya datang ke Istana untuk
mkenghadap Raden Wijaya dengan membawa pasukan cukup lengkap. Sesampai di
istana, pasukan istana tidak menerima kadatangan Lembu Sora yang membawa pasukan
dan kondisi segera menjadi rumit dan terjadi pertempuran. Lembu Sora dan
Pasukannya berhasi ditumpas dan peristwa ini dikenal sebagai Pemberontakan
Lembu Sora.
Ujian ketiga dialami oleh Lembu
Nambi, anak putra tertua yang menjadi mahapatih di Majapahit, yang dimulai
setelah Raden Wijaya wafat dan digantikan oleh putranya Jayanegara. Setelah
mendapatkan kabar bahwa ayahnya Aria Wiraraja yang bergelar Pranaraja sakit,
Lembu Nambi meminta ijin raja untuk menjenguknya ke Lumajang. Sesampai di Lumajang, Lembu
Nambi mendapati ayahnya sudah wafat. Hal ini membuat Lembu Nambi menunda
kembalinya ke Istana Majapahit, bahkan Raja Jayanegara menyampaikan duka cita
ke Nambi melalui rombongan utusan yang dikirimnya. Lembu Nambi bahkan kemudian
memperpanjang tinggal di Lumajang tanpa pemberitahuan resmi.
Lamanya Lembu Nambi tidak kembali
ke Majapahit tanpa pemberitahuan ini kemudian menjadi masalah. Hal ini segera
menjadi gawat setelah berhembus kabar bahwa Lembu Nambi kemungkin ingin
meneruskan berkuasa di Istana Lumajang dan melepaskan diri dari Majapahit.
Tersebar kabar bahwa pasukan Istana Lumajang semakin banyak dan benteng pun
semakin kokoh. Raja Jayanegara akhirnya memutuskan untuk menumpas Istana
Lumajang yang dinilai sebagai basis pemberontakan Lembu Nambi. Pasukan
Majapahit yang dipimpin Mahapatih berhasil menumpas istana Lumajang yang
dianggap sebagai basis pemberontakan Lembu Nambi. Peristiwa ini dikenal sebagai
pemberintakan Nambi dan sejak peristiwa ini, otonomi Majapahit Timur
dihapuskan.
Bagaimana Kejatuhan Keluarga Aria Wiraraja?
Keluarga Aria Wiraraja isa
dikatakan mengalami kejatuhan justru setelah mencapai puncak kejayaanya. Dari
kisah habisnya keluarga Aria Wiraraja ini muncul tokoh antagonis yang sukses
yaitu Mahapatih. Menurut Kitab Pararatom dan Kidung Sorandaka, Pemberontakan
Lembu Sora dan Pemberontakan Lembu Nambi adalah disain yang dibuat oleh
Mahapatih. Dialah yang memberitahu Kebo Taruna tentang pembunuhan Kebo Anabrang
oleh Lembu Sora dan mengompori agar Kebo Taruna menuntut Lembu Sora. Atas
rekayasa Mahapati pula pasukan jaga istana Majapahit menolak Lembu Sora
menghadap Raden Wijaya sampai terjadi pertempuran di depan istana yang
menewaskan Lembu Sora dan pasukannya. Dalam peristiwa ini, argumentasi
Mahapatih yang menang sehingga Raden Wijaya memutuskan sebagai pemberontakan,
sehingga mengharuskan Mahapatih Lembu Nambi untuk menumpas Lembu Sora.
Menurut Kidung Sorandaka,
Mahapati juga yang merekayasa Pemberontakan Lembu Nambi dari Lumajang. Setelah
Raden Wijaya Wafat, dia mendapatkan tempat sangat dekat dengan Raja Jayanegara.
Kepada Lembu Nambi, dia mengatakan bahwa Raja tidak suka dengan Lembu Nambi dan
curiga dengan pembangunan Benteng Lumajang dan mengusulkan Lembu Nambi untuk
bicara dengan ayahnya. Dia juga yang mengusulkan agar Lembu Nambi memperpanjang
cutinya di Lumajang yang akhirnya disetujui oleh Lembu Nambi, tapi Mahapati
kemudian malah memutarbalikkan cerita bahwa Lembu Nambi tidak segera kembali ke
Majapahit karena ingin memberontak.
Setelah tewasnya Lembu Nambi,
Mahapatih memang mendapatkan posisi penting sebagai Mahapatih Majapahit
menggantikan Lembu Sora. Dalam prasasti Tuhanyaru (1323) disebutkan Mahapati menjadi
Mahapatih di Majapahit dengan gelar Dyah Halayudha.
Singkat kisah keluarga Aria
Wiraraja di atas mengajarkan bahwa dalam politik, sebuah kelompok atau klan
bisa membangun dan meraup kekuasaan secara luas di puncak, dan puncak yang
tinggi mendapatkan hembusan semakin kuat. Dari kisah keluarga Aria Wiraraja
juga ada pembelajaran penting bahwa berbagi kekuasaan sangat penting. Kegagalan
berbagi kekuasaan terbukti mendatang pihak yang justru muncul untuk merebut,
seperti yang dilakukan dengan sabar oleh Mahapatih sang Dyah Halayudha.
Penulis gus Bowie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar