Senin, 27 Juni 2016

Pelajaran Politik dari Keluarga Aria Wiraraja

Sudah banyak yang tahu bahwa Aria Wiraraja sangat berjasa dalam pendirian Kerajaan Majapahit. Alkisah, setelah runtuhnya Kerajaan Singasari oleh serangan Jayakatwang Bupati Gelang-Gelang yang berkedudukan di wilayah Madiun kini, Aria Wiraraja memberikan perlindungan kepada seorang pangeran Kerajaan Singasari, Sangramawijaya, agar mendapatkan kepercayaan dari Jayakatwang. Sangramawijaya dipercaya untuk membuka lahan di Hutan Tarik sebagai lahan perburuan, cocok dengan hobi Jayakatwang.

Bukan hanya bantuan lobi ke Jayakatwang, Aria Wiraraja juga menggalang pasukan di bawah komando tiga putranya, yaitu Ranggalawe, Lembu Sora dan Nambi. Para putra Aria Wiraraja ini kemudian berperan besar peperangan tiga pihak, yaitu antara Jayakatwang yang membangkitkan kembali Kerajaan Kediri, laskar sisa-sia Kerajaan Singasari dan Pasukan Mongol yang datang untuk menuntut balas atas perlakukan kasar raja Singasari, Kertanegara pada tahun 1289. Dalam peperangan tiga pihak ini, Sangramawijaya yang dibantu tiga putra Aria Wiraraja berhasil mendapatkan kerjasama pasukan Monggol untuk menghancurkan Jayakatwang. Sangramawijaya kemudian berhasil mengusir Pasukan Mongol dengan tipu daya dan gerilya. Pada tahun 1293, Sangramawijaya yang kemudian dikenal sebagai Raden Wijaya berhasil mendirikan Kerajaan Majapahit.

Dari sekilas kisah pendirian Kerajaan Majapahit tersebut, sangat tampak jasa Keluarga Aria Wiraraja. Dalam politik ada adegium “tidak ada makan siang gratis”. Lantas apa yang membuat Aria Wiraraja mau melakukan hal tersebut dan apa yang kemudian didapatkannya? Fakta sejarah menunjukkan bahwa Aria Wiraraja mendapatkan banyak hal, yang bisa dilihat dari jabatan yang diperoleh putra-putranya. Ranggalawe menjadi Adipati Tuban sekaligus sebagai Pesangguhan di Majapahit, Lembu Sora menjadi Patih Kediri dan Pesangguhan di Majapahit dan Nambi menjadi Mahapatih Majapahit –kedudukan tertinggi setelah raja. Apa yang didapat Aria Wiraraja sendiri? Keberhasilannya membantu Raden Wijaya membangun kembali kerajaan penerus Wangsa Rajasa membuatnya mendapatkan hak setengah dari wilayah dari wilayah bekas Kerajaan Singasari di sisi Timur Pulau Jawa, yaitu mulai dari Lumajang sampai ujung timur di Blambangan. Aria Wiraraja menjadi penguasa otonom Kerajaan Timur Majapahit, sekaligus menjadi Pesangguhan di Majaphit dengan gelar Pranaraja.

Siapa Aria Wiraraja?
Setengah wilayah Majapahit dan putra-putra menempati posisi strategis di Kerajaan Majapahit jelas sebuah pencapaian politik sangat besar bagi Keluarga Aria Wiraraja. Apalagi mengingat tidak lama sebelumnya dia dimutasi oleh Aria Wiraraja dari istana Singasari ke wilayah jauh di ujung timur Pulau Madura, Songenep yang menjadi Kabupaten Sumenep kini.

Sebelum menjadi Adipati di Sumenep, Aria Wiraraja adalah pejabat kepercayaan Wisnuwardhana,  Raja Singasari ke 4, yang bernama Banyak Wide. Karena kemampuannya, Banyak Wide dipercaya Wisnuwardhana sebagai Juru Ramal dan Penasihat Raja yang berkedudukan di stana Singasari di Kediri. Setelah Wisnuwardhana wafat dan digantikan oleh Kertanegara, peruntungan Banyak Wide berubah. Pandangan politik Kertanegara yang berorientasi maritim dan memandang nusantara sebagai kesatuan kurang cocok dengan pandangan Banyak Wide. Bersama pejabat senior Wisnuwardhana, Banyak Wide dimutasi dari istana Singasari menjadi Adipati di Songenep –wilayah yang sangat terpencil di ujung timur Pulau Madura.

Parlakuan Kertanegara terhadap Aria Wiraraja dan pejabat senior Singasari lainnya, rupanya memunculkan barisan sakit hati. Menurut Kitab Pararaton, Aria Wiraraja berperan besar terhadap runtuhnya Kerajaan Singasari. Pada saat Kerajaan Singasari ditinggalkan kekuatan besar melakukan ekspedisi Pamalayu untuk membangun koalisi dengan Kerajaan Melayu di Jambi, Aria Wiraraja menjain hubungan dengan bupati Gelang-Gelang, Jayakatwang, untuk menuntut balas atas penghancuran nenek moyangnya Kertajaya oleh Ken Arok –yang kemudian mendirikan Kerajaan Singasari dengan gelas Rajasa sang Amurwabhuni. Analisa Aria Wiraraja sangat tepat, dan Kerajaan Singasari tidak berdaya menghadapi serangan Jayakatwang dan Kertanegara pun tewas dalam serangan tersebut.

Masa Kejayaan Keluarga Aria Wiraraja
Pada saat mencapai puncak kekuasaan, ujian langsung dihadapi oleh Keluarga Aria Wiraraja. Ujian pertama dari putranya Ranggalawe yang ditunjuk oleh Raden Wijaya sebagai Adipati Tuban sekaligus sebagai Pesangguhan di Istana Majapahit. Ranggalawe dinilai oleh banyak pihak menjadi panglima perang paling berjasa dalam perang melawan Jayakatwang dan pengusiran Pasukan Mongol. Penunjukkan kakaknya Lembu Nambi sebagai Mahapatih Majapahit membuat Ranggalawe dan pengikutnya kecewa dan membuatnya sering melakukan pembangkangan. Majapahit akhirnya mengirim pasukan untuk menumpas Ranggalawe yang dipimpin oleh salah satu pimpinan Ekspansi Pamalayu, Kebo Anabrang. Pasukan Kebo Anabrang berhasil mengalahkan mengalahkan pasukan Ranggalawe dan menyisakan persoalan bagi kakaknya Lembu Sora. Kebo Anabrang berhasil mengalahkan Ranggalawe dalam pertempuran di Sungai Tambakberas, tapi Kebo Anabrang ditikam dari belakang oleh Lembu Sora yang tidak tega melihat adiknya dibunuh oleh Lembu Sora.

Ujian kedua dialami oleh Lembu Sora. Setelah enam tahun didiamkan, pembunuhan Kebo Anabrang oleh Lembu Sora dari belakang mulai diungkit setelah anak Kebo Anabrang mulai dewasa. Kebo Taruna mulai menunut keadilan kepada Raden Wijaya terhadap kejahatan yang dilakukan oleh Lembu Sora yang menjadi Patih Kediri dan sekaligus Pesangguhan di Istana Majapahit. Tuntutan Kebo Taruna ini mendapatkan dukungan dari pejabat lain di Majapahit, dan akhirnya Raden Wijaya memanggi Lembu Sora untuk menghadap di Istana Majapahit. Lembu Sora akhirnya datang ke Istana untuk mkenghadap Raden Wijaya dengan membawa pasukan cukup lengkap. Sesampai di istana, pasukan istana tidak menerima kadatangan Lembu Sora yang membawa pasukan dan kondisi segera menjadi rumit dan terjadi pertempuran. Lembu Sora dan Pasukannya berhasi ditumpas dan peristwa ini dikenal sebagai Pemberontakan Lembu Sora.

Ujian ketiga dialami oleh Lembu Nambi, anak putra tertua yang menjadi mahapatih di Majapahit, yang dimulai setelah Raden Wijaya wafat dan digantikan oleh putranya Jayanegara. Setelah mendapatkan kabar bahwa ayahnya Aria Wiraraja yang bergelar Pranaraja sakit, Lembu Nambi meminta ijin raja untuk menjenguknya  ke Lumajang. Sesampai di Lumajang, Lembu Nambi mendapati ayahnya sudah wafat. Hal ini membuat Lembu Nambi menunda kembalinya ke Istana Majapahit, bahkan Raja Jayanegara menyampaikan duka cita ke Nambi melalui rombongan utusan yang dikirimnya. Lembu Nambi bahkan kemudian memperpanjang tinggal di Lumajang tanpa pemberitahuan resmi.

Lamanya Lembu Nambi tidak kembali ke Majapahit tanpa pemberitahuan ini kemudian menjadi masalah. Hal ini segera menjadi gawat setelah berhembus kabar bahwa Lembu Nambi kemungkin ingin meneruskan berkuasa di Istana Lumajang dan melepaskan diri dari Majapahit. Tersebar kabar bahwa pasukan Istana Lumajang semakin banyak dan benteng pun semakin kokoh. Raja Jayanegara akhirnya memutuskan untuk menumpas Istana Lumajang yang dinilai sebagai basis pemberontakan Lembu Nambi. Pasukan Majapahit yang dipimpin Mahapatih berhasil menumpas istana Lumajang yang dianggap sebagai basis pemberontakan Lembu Nambi. Peristiwa ini dikenal sebagai pemberintakan Nambi dan sejak peristiwa ini, otonomi Majapahit Timur dihapuskan.

Bagaimana Kejatuhan Keluarga Aria Wiraraja?
Keluarga Aria Wiraraja isa dikatakan mengalami kejatuhan justru setelah mencapai puncak kejayaanya. Dari kisah habisnya keluarga Aria Wiraraja ini muncul tokoh antagonis yang sukses yaitu Mahapatih. Menurut Kitab Pararatom dan Kidung Sorandaka, Pemberontakan Lembu Sora dan Pemberontakan Lembu Nambi adalah disain yang dibuat oleh Mahapatih. Dialah yang memberitahu Kebo Taruna tentang pembunuhan Kebo Anabrang oleh Lembu Sora dan mengompori agar Kebo Taruna menuntut Lembu Sora. Atas rekayasa Mahapati pula pasukan jaga istana Majapahit menolak Lembu Sora menghadap Raden Wijaya sampai terjadi pertempuran di depan istana yang menewaskan Lembu Sora dan pasukannya. Dalam peristiwa ini, argumentasi Mahapatih yang menang sehingga Raden Wijaya memutuskan sebagai pemberontakan, sehingga mengharuskan Mahapatih Lembu Nambi untuk menumpas Lembu Sora. 

Menurut Kidung Sorandaka, Mahapati juga yang merekayasa Pemberontakan Lembu Nambi dari Lumajang. Setelah Raden Wijaya Wafat, dia mendapatkan tempat sangat dekat dengan Raja Jayanegara. Kepada Lembu Nambi, dia mengatakan bahwa Raja tidak suka dengan Lembu Nambi dan curiga dengan pembangunan Benteng Lumajang dan mengusulkan Lembu Nambi untuk bicara dengan ayahnya. Dia juga yang mengusulkan agar Lembu Nambi memperpanjang cutinya di Lumajang yang akhirnya disetujui oleh Lembu Nambi, tapi Mahapati kemudian malah memutarbalikkan cerita bahwa Lembu Nambi tidak segera kembali ke Majapahit karena ingin memberontak.

Setelah tewasnya Lembu Nambi, Mahapatih memang mendapatkan posisi penting sebagai Mahapatih Majapahit menggantikan Lembu Sora. Dalam prasasti Tuhanyaru (1323) disebutkan Mahapati menjadi Mahapatih di Majapahit dengan gelar Dyah Halayudha.

Singkat kisah keluarga Aria Wiraraja di atas mengajarkan bahwa dalam politik, sebuah kelompok atau klan bisa membangun dan meraup kekuasaan secara luas di puncak, dan puncak yang tinggi mendapatkan hembusan semakin kuat. Dari kisah keluarga Aria Wiraraja juga ada pembelajaran penting bahwa berbagi kekuasaan sangat penting. Kegagalan berbagi kekuasaan terbukti mendatang pihak yang justru muncul untuk merebut, seperti yang dilakukan dengan sabar oleh Mahapatih sang Dyah Halayudha.

Penulis gus Bowie


Tidak ada komentar:

Posting Komentar